Hot News

Pengembangan Pelabuhan Cirebon Rampung 2017

BANDUNG - Rencana pengembangan Pelabuhan Cirebon dijadwalkan mulai pada kuartal keempat 2015. Setelah rampung, pelabuhan tersebut diharapkan bisa mengobati kekecewaan masyarakat Jawa Barat pascapembatalan pembangunan Pelabuhan Cilamaya di Kabupaten Karawang beberapa waktu lalu.
Manajer Operasi PT Pelindo II Cabang Cirebon, Yossianis Marciano mengatakan, pihaknya telah menandatangani nota kesepahaman dengan Pemprov Jawa Barat terkait pengembangan pelabuhan Cirebon pertengahan Maret lalu "Kalau tidak ada aral melintang, pelaksanaannya akan dimulai kuartal terakhir tahun ini," ujar pria yang akrab disapa Yosi ini saat dihubungi Minggu (5/4/2015).
Menurut Yossi, Pelabuhan Cirebon nantinya akan seperti ekspektasi masyarakat Jawa Barat terhadap Pelabuhan Cilamaya yang batal dibangun. Tak hanya kapal tongkang pengangkut batu bara seperti sekarang, Pelabuhan Cirebon yang telah dikembangkan juga akan bisa menjadi sandaran bagi kapal-kapal besar pengangkut kontainer untuk keperluan ekspor dan impor.
Yossi mengulas kembali pernyataan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino beberapa Januari lalu bahwa pelabuhan Cirebon akan dikembangkan sampai kedalaman -14 meter LWS (low water spring/muka air laut surut terendah) agar dapat menampung kapal-kapal besar pengangkut kontainer serta kapal pesiar. Selain itu, Pelindo II juga akan mereklamasi sekitar 50 hektar lahan untuk dermaga atau dua kali lipat dari luas lahan dermaga yang ada saat ini. Dermaga baru itu rencananya akan dibangun sepanjang satu kilometer, sehingga diperkirakan dapat memuat sekitar 2 juta kontainer.
Terkait pendanaan, Yossi menegaskan bahwa sejauh ini belum ada perubahan. Pembangunan akan dilakukan dalam beberapa tahap dengan target rampung pada 2017. Untuk tahap pertama, investasi dana Rp 1,6 triliun telah disiapkan untuk memperdalam alur dari -5 menjadi -10 m LWS serta memperdalam kolam dermaga dari -5 menjadi -14 m LWS.
Yossi menegaskan, dana tersebut sepenuhnya berasal dari PT Pelindo II. Sementara dalam nota kesepahaman yang telah dibuat, Pemprov Jawa Barat setuju untuk memberi dukungan kebijakan. "Kami membutuhkan kemudahan perijinan, informasi penting, dan beberapa hal lain yang hanya bisa didapat dari pemerintah," ujarnya.
Menurut Yossi, Pelabuhan Cirebon sengaja dikembangkan untuk mendukung kegiatan industri di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Selain kapasitasnya sudah tak memadai, Pelabuhan Tanjung Priok yang selama ini menjadi tumpuan, sulit untuk dikembangkan karena sulitnya mendapatkan lahan. Sementara Pelabuhan Cirebon hanya perlu dikembangkan dan bisa memotong jalur untuk distribusi barang dari Jawa Ke Sumatera atau Kalimantan dan sebaliknya.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Barat Agung Suryamal Sutisno menyambut baik rencana tersebut. Ia menilai hal itu bisa menjadi obat bagi kekecewaan atas batalnya rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya.
Menurut Agung, keberadaan pelabuhan besar di Jawa Barat saat ini sudah sangat mendesak. Soalnya Pelabuhan Tanjung Priok sudah tak lagi bisa diandalkan. Bukan hanya karena kapasitasnya, tetapi juga aksesnya yang padat dan membutuhkan waktu tempuh yang panjang, karena harus melalui Jakarta. "Pelabuhan di Jawa Barat jelas sangat dibutuhkan, karena saat ini volume lalu lintas barang di Tajung Priok, sekitar 58 persennya berasal dari industri di Jawa Barat," katanya.
Pascapembatalan Pelabuhan Cilamaya, Agung mengaku pihaknya sudah menyampaikan harapan agar pemerintah segera mencari alternatif lokasi lain. Ia menilai wilayah Timur Jawa Barat seperti Indramayu dan Cirebon sangat mumpuni untuk dijadikan lokasi alternatif. Selain aksesnya yang memadai, keberadaan pelabuhan besar bisa juga menjadi pendorong industri Jawa Barat agar bergerak ke arah timur, sehingga tak lagi bertumpuk di wilayah barat.
Jika memang Pelabuhan Cirebon akan dikembangkan, Agung berharap pemerintah mempersiapkan dukungan yang matang. Termasuk pembebasan lahan pendukung agar tidak menjadi permasalahan seperti kasus Cilamaya. Ia juga berharap pengembangan pelabuhan tersebut diperhitungkan secara matang, mengingat tingkat sedimentasi di wilayah pesisir Cirebon terbilang tinggi.
Hal senada eksportir furnitur kayu dan rotan asal Cirebon Frans Satrya Pekasa (40). Pria yang dua kali berturut-turut meraih Piala Presiden sebagai Ekportir Terbaik Kategori Pelopor Ekspor ke Negara Baru pada 2012 dan 2013 itu menilai akan ada penghematan biaya transportasi bagi pelaku industri ekpsor di Jawa Barat, khususnya Cirebon.
Menurut Frans, pelaku industri bisa memangkas biaya Rp 2,5-3 juta per kontainer jika tak harus mengapalkan produk mereka lewat Tanjung Priok.Dengan rata-rata ekspor 1.200 kontainer per bulan, pelaku industri rotan Cirebon saja bisa menghemat biaya transportasi sampai Rp 3,6 miliar per bulan atau Rp 43,2 miliar per tahun. Belum lagi penghematan yang dialami pelaku industri lain di Jawa Barat. "Dengan frekuensi pengiriman 7-10 kontainer per bulan, saya pribadi bisa menghemat Rp 14-20 juta per bulan atau Rp 168 - 240 juta per tahun," katanya. (ded/pikiran-rakyat.com)