H. Sahromi: Pemberlakuan Sistem Informasi E-Hajj Masih Menyisakan Kendala
BEKASI - Penyelenggaraan Haji di Wilayah Provinsi Jawa Barat terkendala ditingkat kabupaten kota berkaitan dengan e-hajj. Arab Saudi sudah menerapkan e-hajj tersebut sejak penyelenggaraan haji tahun 2014. Tetapi, sistem informasi penyelenggaraan haji secara elektronik tersebut belum merata dalam penggunaan aplikasinya.
Anggota Komisi V DPRD Provinsi Jabar, H. Sahromi mengatakan, secara keseluruhan penyelenggaraan haji sudah baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, pemberlakuan sistem informasi haji dan umroh secara elektronik (e-hajj) masih menyisakan kendala tersendiri. Seperti yang dialami dibeberapa kabupaten kota di Jabar yang tidak siap untuk menerapkan sistem e-hajj tersebut. Sehingga hal itu berdampak pada pembuatan visa bagi calon jemaah haji khususnya Jabar.
“Penerapan e-hajj ini tidak sejalan dengan wilayah kabupaten kota di Jabar, misalnya Kabupaten Sumedang,” ujar Sahromi di Embarkasi Asrama Haji, Kabupaten Bekasi, Jumat (12/8/2016).
Selain itu, kata dia, masalah lainnya mengenai calon jemaah haji yang berangkat dari wilayah kabupaten kota yang berbeda. Sehingga pendataan dari lembaga penyelenggaraan haji ditingkat itu mengalami kendala. Bagaimana tidak, calon haji idealnya berangkat dari wilayah kabupaten kota dimana dia (calon haji-red) tinggal. Tak lain agar hal itu tidak menyulitkan pendataan secara administratif yang semakin ketat.
“Hanya saja, ada beberapa calhaj yang berangkat dari kabupaten kota yang bukan domisilinya,” katanya.
Sementara itu, Kepala Kanwil Kemenag Jawa Barat, Drs. H. Buchori M.M menyangkal kendala pada visa yang mengalami keterlambatan pembuatan. Menurut Buchari, calon haji yang sudah diatur dengan kelompok terbang (keloter) masing-masing menginginkan untuk berangkat di keloter terakhir yakni keloter 58 sebanyak 140 jemaah. Padahal, keberangkatan pesawat jemaah haji harus sesuai dengan kapasitas pesawat itu sendiri. Sehingga tidak menyulitkan pihak penyelenggara haji di Arab Saudi.
“Seharusnya memang calhaj mengikuti semua SOP yang ada, tidak serta merta menuruti para pembimbingnya. Sebab hal itu akan menimbulkan masalah di negara bersangkutan,” tandas Buchari. [dprd/ded]